• +62 21 351 4348
  • sekretariat@dppinsa.com

INSA Kembali Desak SKKMigas Meninjau SE No. 0102/2018

INSA Kembali Desak SKKMigas Meninjau SE No. 0102/2018

JAKARTA–Indonesian National Shipowners' Association (INSA) kembali  mempertanyakan tindak lanjut atas Surat  SKK Migas No. SRT-0102/SKKMA0000/2018/S6 tertanggal 07 Februari 2018 tentang Kewajiban Penggunaan Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) Dalam Operasi Perkapalan di Kegiatan Usaha  Hulu Minyak dan Gas Bumi.

Kebijakan itu dinilai telah menimbulkan keresahan bagi pelaku usaha pelayaran dan memberikan ketidakpastian usaha. Apalagi, dalam lelang pegadaan kapal yang dilaksanakan sebagian besar kontraktor kontrak kerja sama (K3S)  minyak dan gas bumi maupun  stakeholders offshore, mensyaratkan  pemilik kapal untuk menggunakan  klasifikasi yang dapat dipercaya oleh  komunitas serta stakeholders maritim  dunia dan diakui keberadaannya oleh  Pemerintah.

Terhadap masalah ini, INSA telah  menyurati SKKMigas sebanyak tiga kali. Pertama melalui No. DPP-SRT- III/18/016 tertanggal 7 Maret 2018. Kedua, melalui surat No. DPP-SRT-IV/18/036 tertanggal 23 April 2018. Ketiga, melalui surat No. DPP-SRT-IV/18/111 tertanggal 21 November 2018.

Menurut INSA, aturan SKKMigas tersebut adalah kebijakan yang kurang tepat karena tidak sesuai dengan aturan  perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan secara ekonomi akan memicu biaya tinggi di sektor  transportasi offshore.

Ada beberapa alasan yang dikemukakan  INSA sehingga kebijakan wajib  klasifikasi kapal kepada PT BKI  (Persero) adalah kebijakan tidak tepat.

Pertama, tidak sesuai dengan Undang-Undang (UU) No.17 tahun 2008  tentang Pelayaran pasal 129 yang  berbunyi: Badan klasifikasi nasional atau  badan klasifikasi asing yang diakui dapat  ditunjuk melaksanakan pemeriksaan dan  pengujian terhadap kapal untuk  memenuhi persyaratan keselamatan  kapal.

Kedua, tidak sesuai dengan Pasal 3 ayat  1 Peraturan Menteri Perhubungan No. 61  Tahun 2014 yang menyatakan bahwa  badan klasifikasi terdiri atas badan klasifikasi nasional dan badan klasifikasi  asing yang diakui.

Ketiga, bertentangan dengan UU No. 5  tahun 1999 tentang Larangan Praktek  Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pasal 17 ayat 1 yang berbunyi:  Pelaku usaha dilarang melakukan  penguasaan atas produksi dan atau  pemasaran barang dan atau jasa yang  dapat mengakibatkan terjadinya praktek  monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Menurut UU ini, pelaku usaha patut  diduga melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa apabila:

  1. Barang dan atau jasa yang  bersangkutan belum ada  substitusinya; atau
  2. Mengakibatkan pelaku usaha lain  tidak dapat masuk ke dalam  persaingan usaha barang dan atau  jasa yang sama; atau
  3. Satu pelaku usaha atau satu  kelompok pelaku usaha menguasai  lebih dari 50% (lima puluh persen)  pangsa pasar satu jenis barang  atau jasa tertentu.

Keempat, menimbulkan biaya tinggi  logistik karena pemilik kapal harus  melaksanakan dual class yakni harus  menggunakan klasifikasi luar negeri dan  sekaligus dalam negeri. Padahal, selama ini mayoritas stakeholders pelayaran offshore mempercayakan pemeriksaan dan sertifikasi kapalnya kepada klasifikasi yang memiliki  kompetensi, kecukupan sumber daya  (resources), jaringan (networking) dan dipercaya stakeholders maritim.

Agar tidak terjadi tumpang tindih terhadap peraturan perundang-undangan, serta dalam rangka mengedepankan kepentingan umum, INSA meminta SKKMigas untuk  meninjau kembali Surat Edarannya No. SRT-0102/SKKMA0000/2018/S6. (*)

  • By admin
  • 17 Dec 2018
  • 1338
  • INSA