INSA Laporkan Lima Persoalan Sektor Logistik Transportasi Laut
INSA Laporkan Lima Persoalan Sektor Logistik Transportasi Laut
JAKARTA—Ketua Umum Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Johnson W. Sutjipto menghadiri Dialog Kebijakan antara Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution dengan para Pelaku Usaha di Sektor Logistik di Indonesia di Jakarta, (6/2).
Dalam dialog tersebut, Ketua Umum berkesempatan menyampaikan berbagai problematika yang dialami industri pelayaran selaku bagian integral dengan sektor logistik. Berikut lima problematika yang disampaikan langsung kepada Menko Perekonomian.
Pertama, terkait dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 82 tahun 2017, INSA telah menyurati Deputi V Menko Perekonomian Bambang Adi Winarso yang esensinya adalah perlunya Percepatan Pelaksanaan Permendag 82 tahun 2017. Implementasi Permendag tersebut ditunda hingga Mei tahun 2020 oleh Kemendag melalui beberapa Permendag.
Padahal apabila Permendag No. 82 tahun 2017 dilaksanakan dengan segera dan seutuhnya, maka amanat Paket Ekonomi ke XV tersebut berpotensi mengurangi defisit neraca jasa hingga mencapai US$ 5 milliar. Pokok permasalahan Permendag tersebut adalah aturan perpajakan yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jasa angkutan luar negeri dan Pajak Penghasilan (PPH) pasal 26.
Kedua, tentang Permendag No. 118 tahun 2018. INSA telah menyurati Menteri Perdagangan yang esensinya adalah memohon agar Permendag tersebut segera direvisi. Adapun alasannya adalah Permendag No. 118 tahun 2018 telah menutup izin impor kapal bukan baru untuk semua jenis Tanker semua ukuran dan kapal penyeberangan untuk ukuran dibawah 5.000 GT.Jelas ini sangat menganggu program distribusi B20 maupun angkutan migas termasuk produk Gas, LPG, LNG dan lainnya serta program tol laut terkait short sea shipping.
Disamping itu terdapat beberapa pasal baru di dalam Permendag yang tidak sesuai dengan aturan Internasional maupun praktek lazim di dunia pelayaran dan cenderung sangat memberatkan usaha pelayaran.
Ketiga, terkait Surat Edaran Kepala SKK Migas pada 7 Feb 2018 tentang Kewajiban Pengunaan Biro Klassifikasi Indonesia (BKI) dalam operasi Perkapalan di Kegiatan Hulu Migas. SE tersebut tidak hanya melanggar UUNo. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran pasal 129, juga melanggar UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat, khususnya pasal 17 ayat 1 serta mengakibat biaya tinggi logistik dikarenakan para pemilik kapal harus memiliki dua class yang akibatnya adalah terjadi double class.
Keempat, terkait dengan surat INSA kepada Dirjen Pajak dan Dirjen Bea dan Cukai tentang implementasi Peraturan Menteri Keuangan No. 193 tahun 2015, khususnya terhadap perusahaan pelayaran yang berdomisili di Batam karena Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Batam tidak dapat mengeluarkan SKTD (Surat Keterangan Tidak Dipunggut) & RKIP (Rencana Kebutuhan Impor dan Perolehan) dengan alamat Status Batam sebagai Free Economic Zone (FEZ). Hal ini membuat anggota INSA yang berdomisili di Batam tidak mendapatkan kesetaraan dan dirugikan oleh Permenkeu No. 193 tahun 2015.
Permenkeu tersebut merupakan turunan atas Peraturan Pemerintah No.69 tahun 2015 yang sejak terbit hingga saat ini juga telah merepotkan pengusaha pelayaran dikarenakan birokrasi yang berbelit tanpa memberikan hasil baik untuk Direktorat Jenderal Pajak maupun pengusaha sendiri sehingga INSA sudah delapan mengusulkan agar direvisi.
Kelima, terkait dengan Pasal 16 Permenhub No. 92 tahun 2018 tentang Tata cara Persyaratan Persetujuan Pengunaan Kapal Asing Untuk Kegiatan Lain yang Tidak Termasuk Kegiatan Mengangkut Penumpang dan atau Barang Dalam Kegiatan Angkutan Laut Dalam Negeri. Pasal 16 tersebut menerangkan bahwa kapal asing yang saat ini melakukan kegiatan angkutan laut dalam negeri yang kontrak kerjanya telah ada sebelum ditetapkannya UU No.17 tahun 2008 dapat diberikan diskresi persetujuan pengunaan kapal asing sampai dengan berakhirnya jangka waktu kontrak. Pasal tersebut bertentangan dengan sejumlah pasal pada UU No.17 tahun 2008 yakni Pasal 8 ayat 2 yang menegaskan bahwa kapal asing dilarang mengangkut penumpang dan atau barang antar pulau atau antar pelabuhan di wilayah perairan Indonesia.
Kemudian Pasal 341 yang menegaskan kapal asing yang saat ini masih melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri tetap dapat melakukan kegiatannya paling lama tiga tahun sejak UU pelayaran diberlakukan. Keberadaan pasal itu menjadi celah hukum untuk kapal asing beroperasi di Indonesia. (*)
- By admin
- 01 Apr 2019
- 1587
- INSA