• +62 21 351 4348
  • sekretariat@dppinsa.com

Kontroversi Sumsel Pungut Retribusi Jasa Labuh dan Penggunaan Perairan

Kontroversi Sumsel Pungut Retribusi Jasa Labuh dan Penggunaan Perairan

PALEMBANG-Gubernur Sumatera Selatan menerbitkan Peraturan Daerah No.8 tahun 2020 tentang Perubahan Ketujuh atas Peraturan Daerah No.4 tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Usaha.

Perda yang ditetapkan pada tanggal 2 Oktober 2020 dan diteken Gubernur Sumatra Selatan H. Herman Deru tersebut menetapkan tarif retribusi pelayanan kepelabuhan di pelabuhan pengumpan regional dan pelabuhan lainnya yang menjadi wewenang Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan.

Pasal 28A ayat 1 menyebutkan bahwa dengan nama Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan, dipungut retribusi atas  pelayanan kepelabuhanan yang disediakan Pemerintah Provinsi di Pelabuhan Penyeberangan Api-api, Pelabuhan Pengumpan Regional dan Pelabuhan lainnya yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi.

Pasal 28 H ayat 1 menyebutkan penggunaan jasa diukur dari pemakaian/pemanfaatan fasilitas yang disediakan, yang dihitung berdasarkan jenis, kapasitas/jumlah dan lamanya pemakaian.

Ayat 2 menjelaskan tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.

Berdasarkan Perda tersebut, jenis jasa yang dipungut retribusinya adalah sebagai berikut. Pertama, jasa pelayanan kapal yang mencakup jasa labuh dan jasa tambat kapal. Kedua, jasa pelayanan barang mencakup jasa dermaga, jasa kegiatan alih muat antarkapal di dalam atau diluar daerah lingkungan kerja atau daerah lingkungan kepentingan pelabuhan dan jasa penumpukan di pelabuhan. Ketiga, jasa penggunaan sarana dan prasarana. Keempat, jasa pelayanan kepelabuhan lainnya seperti penggunaan perairan dan pelayanan air bersih, pelayanan terminal penumpang kapal laut, pas orang dan pas kendaraan.

Adapun retribusi yang akan dipungut Pemprov Sumsel hanya mencakup dua layanan jasa kepelabuhanan yakni jasa labuh kapal dan penggunaan perairan.  Di sinilah kontroversinya karena jasa labuh kapal  dan jasa penggunaan perairan sudah dipungut oleh KSOP sesuai dengan. Peraturan Pemerintah No.15 tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Perhubungan. “Jangan sampai double pungutan. Itu yang kami tolak karena selama ini kami sudah membayar ke KSOP sebagai PNBP," kata Suandi SE, Sekretaris DPC INSA Palembang.

Menurut Suandi, Pemprov Provinsi Sumsel dan Kementerian Perhubungan c.q Direktorat Jenderal Perhubungan Laut harus dapat menyelesaikan masalah double pungutan ini sesuai dengan kewenangannya. “Sekarang Dinas Perhubungan Provinsi sudah bergerak melakukan pungutan yang sudah kami bayarkan kepada KSOP. Kalau tidak membayar, kapal dilarang sandar,” katanya.

Terus Bergulir

Masalah penerapan Perda tersebut terus bergulir.  Awalnya Gubernur Sumsel H. Herman Deru membuat surat edaran kepada para pelaku usaha pengguna perairan di Provinsi Sumatra Selatan. Surat bernomor 974/4549/Dishub/2022 tertanggal 21 Desember 2022 tersebut menegaskan bahwa terhitung mulai 1 Januari 2023, Pemprov Sumsel melakukan pungutan retribusi bidang pelayaran yang merupakan bagian dari kewenangan Pemerintah Provinsi Sumsel antara lain Jasa Penggunaan Perairan dan Jasa Labuh. 

Selanjutnya pada 9 Januari 2023, Gubernur Sumsel H. Herman Deru bersurat kepada Menteri Perhubungan. Pada poin e surat bernomor 552/0058/DISHUB/2023 tersebut menegaskan bahwa Pemprov Sumsel sudah menerbitkan Peraturan Daerah dimaksud yang mulai diterapkan dan wajib dipatuhi oleh seluruh pengguna jasa di perairan Provinsi Sumsel yang  berada di luar daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan yang menjadi wewenang pemerintah pusat terhitung tanggal 1 Januari 2023.

Atas surat  tersebut,  Menteri Perhubungan bersurat kepada KSOP dengan No. A1 203/1/4 PHB 2023 tertanggal 24 Januari 2023. Ada enam point yang disampaikan Menhub melalui surat tersebut,

Pertama, berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No.432 tahun 2017 tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional dengan perubahan terakhir Keputusan Menteri Perhubungan No.217 tahun 2022, pada Provinsi Sumsel terdapat dua pelabuhan regional pengumpan yakni Pelabuhan Sungai Lumpur di Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Pelabuhan Kertapati di Palembang.

Kedua, pada prinsipnya Kemenhub mendukung penyelenggaraan kegiatan kepelabuhanan pada pelabuhan Sungai Lumpur dan Kertapati yang menjadi wewenang Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan karena sesuai dengan ketentuan, untuk pelabuhan dengan hierarki pelabuhan pengumpan regional merupakan wewenang pemerintah provinsi.

Ketiga, untuk mengoperasikan pelabuhan pengumpan regional, dilakukan oleh Unit Penyelenggara Pelabuhan Daerah (UPPD) yang dibentuk Pemerintah Daerah setelah dilakukan penyerahan pemerintah pusat. Saat ini, proses penyerahan atas kedua pelabuhan tersebut masih dalam proses.

Keempat, sesuai dengan UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran dan PP No.61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan, tarif jasa kepelabuhanan bagi pelabuhan yang diusahakan Pemerinah Daerah ditetapkan dengan Perda dan merupakan penerimaan daerah.

Kelima, terkait Peraturan Daerah  Provinsi Sumsel No.8 tahun 2020, disampaikan bahwa jenis retribusi pelayanan kepelabuhanan yang dapat dipungut oleh Pemerintah Daerah Provinsi Sumsel adalah retribusi atas objek yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Provinsi (Pelabuhan Pengumpan Regional). Kegiatan terminal khusus dan kegiatan alih muat barang antar kapal yang berada di luar DLKr dan DLKp Pelabuhan Pengumpan Regional merupakan kewenangan pemerintah pusat sehingga bukan menjadi objek retribusi pelayanan kepelabuhanan Pemerintah Daerah.

Keenam, berdasarkan hal tersebut diatas, Kementerian Perhubungan tidak dapat memenuhi permintaan Gubernur Sumatera Selatan dalam hal penegasan kewenangan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan di bidang pelayaran.

Suandi menjelaskan surat Menteri Perhubungan tersebut sudah menjawab permasalahan pelaksanaan Perda No.8 tahun 2020 sehingga sudah seharusnya pemungutan retribusi atas jasa labuh dan penggunaan perairan ditarik kembali.

Selama ini, katanya, KSOP memberikan pelayanan sehingga mereka bisa melakukan penagihan PNBP sesuai prinsip No Service No Pay. Sedangkan Dishub Provinsi tidak memberikan pelayanan, tetapi retribusi harus membayar atau No Service But Pay. “Surat Menhub seharusnya menjadi perhatian Pemprov.” katanya.  (Aj)

  • By admin
  • 10 Feb 2023
  • 941
  • INSA