• +62 21 351 4348
  • sekretariat@dppinsa.com

Penerimaan PNBP Tahun 2022 Ditarget Rp8,5 T

Penerimaan PNBP Tahun 2022 Ditarget Rp8,5 T

JAKARTA-Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mendapatkan alokasi anggaran 2022 Rp32,93 triliun atau lebih rendah dibanding 2021. Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi optimis target prognosa kinerja anggaran 2022 sebesar 95,9 persen dengan target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp8,5 triliun dapat tercapai, bahkan terlampaui dari target yang ditetapkan.

Optimistis tersebut dipengaruhi oleh harapan bahwa kondisi penerbangan dan kereta api yang mulai membaik, serta kegiatan pendidikan yang mulai kembali berjalan pada 2022.

Lebih lanjut Menhub mengatakan, dengan semakin terbatasnya ruang fiskal negara untuk memenuhi kebutuhan pendanaan pembangunan infrastruktur transportasi, pihaknya berupaya melakukan cara-cara baru agar kebutuhan infrastruktur transportasi tetap dapat dipenuhi tanpa membebani anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang terbatas.

Salah satunya yaitu dengan mendorong skema pendanaan kreatif, dengan terus mendorong optimalisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan badan layanan umum (BLU), pemanfaatan aset/barang milik negara (BMN) melalui sewa, kerja sama pemanfaatan (KSP) maupun kerja sama pemanfaatan infrastruktur (KSPI), serta pelibatan pihak swasta /investasi melalui kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU/PPP Project).

Menhub mengungkapkan, skema ini tengah diupayakan di beberapa proyek pembangunan seperti di Bandara Bintan Baru dan Kediri, Pelabuhan Tanjung Carat di Palembang dan beberapa tempat lainnya.

"Kerja sama dilakukan melalui skema Business to Business (B2B), swasta yang melakukan kegiatan pembangunan, kami memberikan petunjuk agar sesuai regulasi dan menyederhanakan izin agar mereka dapat berinvestasi dengan mudah," ujarnya melalui keterangan yang diterima InfoPublik, Kamis (27/1).

Sebelumnya, dalam rapat kerja (raker) Kemenhub bersama Komisi V DPR RI yang membahas evaluasi kinerja 2021 dan program kerja 2022 pada Rabu (26/1/2022) di Gedung DPR RI, Jakarta, kementerian yang membidangi sektor transportasi ini mendapat apresiasi dari Komisi V DPR RI atas capaian kinerjanya pada 2021.

Pada 2021, realisasi keuangan Kemenhub mencapai 97,19 persen atau sebesar Rp33,29 triliun dari total Rp34,25 triliun yang dialokasikan pada 2021. Capaian ini meningkat bila dibandingkan dengan capaian 2020 sebesar 95,59 persen dan 2019 sebesar 92 persen. Sementara, untuk realisasi fisik pada 2021 mencapai 99,56 persen.

Lebih lanjut, Menhub menyampaikan capaian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kemenhub pada 2021 mencapai Rp7,991 triliun atau 91,39 persen dari target yang ditetapkan sebesar Rp8,74 triliun. Capaian ini lebih tinggi bila dibandingkan pada 2020 sebesar Rp7,734 triliun. "Adanya pandemi COVID-19 turut mempengaruhi target capaian PNBP Kemenhub," katanya.

Jika dilihat dari capaian PNBP masing-masing unit kerja, Ditjen Perhubungan Darat dan Laut telah melampaui target yang ditetapkan, Sementara untuk Ditjen Perhubungan Udara, Perkeretaapian, dan Badan Pengembangan SDM Perhubungan belum bisa mencapai target.

"Hal ini karena pergerakan kereta api dan pesawat udara di masa pandemi terkontraksi hingga 70 persen. Begitupun dengan kegiatan pendidikan (SDM) transportasi yang kebanyakan melakukan kegiatan secara daring juga mempengaruhi penerimaan PNBP," ucap Menhub.

Sementara itu, Indonesian National Shipowners' Association sudah sejak lama  meminta agar kebijakan PNBP Perhubungan Laut direvisi karena sangat memberatkan dunia usaha angkutan laut dan tidak mendukung terwujudnya cita-cita Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan ekonomi berkeadilan.

Hal ini dikarenakan sejumlah hal. Pertama, terdapat 435 atau 51% tarif baru dari seluruh pos tarif, dan 482 atau 57% dari seluruh pos tarif PNBP yang naik 100% hingga 1.000% dibandingkan dengan pos tarif yang diatur berdasarkan PP No.6 tahun 2009. Kenaikan tarif 1.000% ditemukan a.l pada tarif penggunaan perairan untuk bangunan dan kegiatan lainnya diatas air yang naik 10x lipat dari dari 250 per M2 per tahun menjadi Rp2.500 per M2 per tahun.

Kedua, terdapat pos tarif yang tidak jelas pelayanannya, tetapi harus dibayar (No service but pay). Sebagai contoh adalah tarif PNBP atas pengawasan kegiatan bongkar muat barang di pelabuhan yang tidak jelas manfaatnya, tetapi ditagihkan tarifnya sebesar 1% dari total tarif bongkar  muat barang di pelabuhan.

Ketiga, rumus dan perhitungan tarif PNBP yang ditetapkan berdasarkan peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. KU.404/2/11/DJPL-15 tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku di dunia angkutan laut dunia pada umumnya yakni:

  • Perhitungan tarif PNBP untuk kelompok sewa perairan dengan rumusan pada pasal 12 huruf c angka 4 yang naik hingga 76 kali lipat. Contohnya adalah tarif PNBP atas kapal FSO yang dihitung dengan rumus luas bangunan perairan dihitung dengan jari-jari sama dengan ukuran panjang kapal (LOA) terbesar termasuk peralatan bantu yang digunakan ditambah 25M atau A=π x (L + 25 M)2 dengan π= (22/7). Dengan simulasi panjang kapal FSO 267,90 M, maka tarif PNBP meningkat dari Rp67 juta pada 2009 menjadi Rp5,1 miliar pada 2016.
  • Perhitungan tarif PNBP atas sertifikat kapal seharusnya memiliki kejelasan masa berlakunya. Dan tarif PNBP dibayar secara prorata jika masa berlakunya lebih pendek dari masa berlaku yang ditetapkan di dalam PP No.15 tahun 2016.
  • Perhitungan tarif PNBP navigasi adalah dihitung 15 hari. Jika jumlah hari yang digunakan kurang dari 15 hari, seharusnya dihitung pro-rata sesuai dengan hari yang digunakan, bukan tetap menjadi 15 hari. (infopublik/Aj)

  • By admin
  • 02 Feb 2022
  • 671
  • INSA