• +62 21 351 4348
  • sekretariat@dppinsa.com

Permenhub No. 26 tahun 2022 tentang Pengawakan Kapal Sisakan Masalah

Permenhub No. 26 tahun 2022 tentang Pengawakan Kapal Sisakan Masalah

JAKARTA- Kementerian Perhubungan menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 26 tahun 2022 tentang Pengawakan Kapal Niaga menggantikan Keputusan Menteri Perhubungan No. 70 Tahun 1998. Permenhub yang ditetapkan pada 20 September 2022 dan diundangkan pada 23 September 2022 tersebut terdiri dari 28 pasal  dan 10 BAB.  

Peraturan ini berlaku bagi awak kapal  berbendera Indonesia di atas GT 500  yang berlayar di daerah pelayaran semua lautan dan kapal berbendera Indonesia yang berlayar di daerah pelayaran Indonesia dan/atau daerah pelayaran lokal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pelayaran NCVS (Non Convention Vessel Standar).

Penerbitan Permenhub ini adalah untuk menjamin kelaiklautan kapal serta untuk melaksanakan konvensi internasional Standar Pendidikan dan Pelatihan, Sertifikasi serta Dinas Jaga (Standars of Training, Certification and Watchkeeping for Seafarer). Prinsip dasar dari penebitan Permenhub ini adalah bahwa penetapan standar pengawakan minimum pada kapal telah disesuaikan dengan IMO Resolution No. 1047 (27) tentang prinsip-prinsip pengawakan kapal yang aman.

Kemudian mengakomodir untuk kapal dengan jenis tug sesuai dengan masukan dari stakeholder terkait, dikarenakan banyaknya jenis kapal tug yang berlayar ke semua lautan.

Terakhir adalah pengaturan terkait kewajiban dan tanggung jawab pihak dalam pengawakan kapal juga diatur dalam peraturan menteri ini beserta kewajiban kapal untuk menerima kadet guna mendukung pendidikan kepelautan di Indonesia. Terbitnya peraturan tersebut  merupakan jawaban atas usulan Indonesian National Shipowners’ Association yang sejak lama meminta agar aturan itu direvisi.

Melalui surat bernomor DPP-SRT-VIII/16/0431 tertanggal 23 Agustus 2016 tersebut, Indonesian National Shipowners' Association menjelaskan bahwa merujuk kepada perubahan SCTW 1978 amandemen tahun 2010 (STCW Manila) dan mempertimbang-kan kondisi usaha pelayaran niaga nasional saat ini serta ketersediaan pelaut yang berkompeten, Indonesian National Shipowners' Association menyampaikan perlunya melakukan revisi Keputusan Menteri Perhubungan No.70 tahun 1998 tentang Pengawakan Kapal. Menurut surat tersebut, rencana revisi ketentuan tersebut sudah dimulai sejak 2010 sehingga Indonesian National Shipowners' Association meminta agar pembahasan revisi aturan itu kembali dilanjutkan.

Isi Peraturan

Pada Permenhub tersebut, perusahaan angkutan laut atau perusahaan perekrutan dan penempatan awak kapal wajib memiliki dokumentasi dan data mengenai para pelaut yang dipekerjakan di kapal, menjamin setiap pelaut yang disijil di atas kapal memiliki sertifikat kepelautan yang memenuhi ketentuan nasional atau ketentuan internasional dan menjamin setiap pelaut yang disijil di atas kapal memiliki dokumen yang berkaitan dengan pengalaman kerja dan pengujian kesehatan.

Selain itu, perusahaan angkutan laut wajib menjamin setiap awak kapal telah diberikan familiarisasi sehubungan dengan tata susunan Kapal, perlengkapan dan prosedur yang berkaitan dengan tugas serta prosedur keadaan darurat; dan melengkapi secara rinci uraian tugas setiap awak kapal dalam keadaan rutin maupun darurat yang terkait dengan keselamatan, pencegahan, dan penanggulangan pencemaran yang dilaksanakan secara terkoordinasi.

Perusahaan angkutan laut juga diharuskan menjamin kondisi kebugaran para awak kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  untuk melaksanakan tugas jaga dengan ketentuan diberikan waktu istirahat tidak kurang dari 10 (sepuluh) jam dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) jam dengan komposisi jam istirahat dapat dibagi menjadi tidak lebih dari 2 (dua) periode, salah satunya harus setidaknya 6 (enam) jam lamanya dan interval antara periode berturut-turut istirahat tidak melebihi 14 (empat belas) jam; dan jumlah waktu istirahat dalam 7 (tujuh) hari tidak kurang dari 77 (tujuh puluh tujuh) jam.

Permenhub ini setidaknya mengatur tentang Susunan Pengawakan Kapal Niaga yang terdiri dari nahkoda, perwira, rating dan jabatan tertentu untuk kapal tertentu meliputi namun tidak terbatas pada dokter dan surveyor yang ditentukan berdasarkan jenis kapal, daerah pelayaran, GT kapal, ukuran tenaga penggerak utama kapal hingga sistem pengoperasian kapal.

Permenhub kemudian mengatur tentang Jenis Sertifikat Kepelautan yang mencakup Sertifikat Keahlian (Certificate of Competency/CoC),  sertifikat pengukuhan (Certificate of Endorsement/CoE), Sertifikat Keterampilan (Certificate of Proficiency/CoP) dan Sertifikat Pengakuan (Certificate of Recognition/CoR). 

Juga diatur tentang persyaratan jumlah jabatan dan jumlah awak kapal baik untuk kapal barang maupun kapal penumpang yang selengkapnya dapat dilihat pada tabel.

Permenhub juga menetapkan sanksi administrasi bagi perusahaan pelayaran maupun perusahaan perekrutan atau penempatan awak kapal yang melanggar pasal 22 dan 24 Permenhub tersebut sesuai peraturan perundang-undangan.

Masih Sisakan Masalah

Ketua Umum Indonesian National Shipowners’ Association Sugiman Layanto mengapresiasi atas terbitnya Permenhub tersebut. Namun, dari hasil kajian dan masukan para anggota, peraturan terbaru tersebut masih menyisakan masalah yang memerlukan klarifikasi dari Kementerian Perhubungan.

Pertama, Persyaratan minimum jumlah jabatan, sertifikat kepelautan, dan jumlah awak kapal bagian dek dan mesin kapal barang untuk daerah pelayaran semua lautan meningkat dibanding peraturan sebelumnya. Kenaikan jumlah crew antara safe manning jika dibandingkan dengan peraturan sebelumnya adalah berkisar antara 32-52%.

Terhadap masalah tersebut, pihaknya berpendapat bahwa kenaikan jumlah awak yang dipersyaratkan untuk safe manning akan meningkatkan biaya pengawakan dan kenaikan jumlah crew safe manning tersebut merupakan kenaikan yang cukup signifikan, padahal ditengah pemulihan pasca pandemi dan ancaman resesi global serta mendukung tagline pemerintah “pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat” sektor pelayaran berusaha melakukan efisiensi sebaik mungkin. Oleh karena itu, untuk mendukung pemulihan pasca pandemi sektor pelayaran nasional, kami berharap sekiranya dapat dipertimbangkan kembali kenaikan tersebut.

Kedua, Peraturan Menteri Perhubungan tersebut tidak mengakomodasi secara lengkap keberadaan kapal dengan GRT dibawah 500 dan kapal tunda dengan GRT di bawah 500 tetapi memiliki tundaan di atas 100 meter, namun kapal-kapal tersebut berlayar di perairan semua lautan.  Hal ini dilihat dari tidak adanya pasal atau ayat mengatur tentang jumlah minimum crew dek bagi kapal-kapal tersebut sehingga asosiasi kuatir akan mengganggu proses operasional kapal, terutama saat beroperasi melayani kegiatan pelayaran dan pengangkutan logistik.

Ketiga, anggota Indonesian National Shipowners’ Association tidak sedikit yang memiliki kapal dengan GRT dibawah 500, tetapi memiliki wilayah operasi keluar dan masuk Indonesia, khususnya untuk melayani kawasan ASEAN, khususnya Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapora dan Vietnam. Namun, Peraturan Menteri Perhubungan tersebut tidak menjelaskan pengertian “semua lautan” di dalam peraturan tersebut termasuk lautan milik negara lain, khususnya Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura dan Vietnam.

Terhadap masalah ini, pihaknya meminta klarifikasi Kemenhub untuk kapal dengan GRT dibawah 500, namun melakukan pelayaran keluar masuk Indonesia, khususnya Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura dan Vietnam, apakah Shipping Area-nya termasuk ke “Semua Lautan” sebagaimana Peraturan Menteri Perhubungan tersebut atau masuk kategori NCVS area (area pelayaran lokal).

Ketiga, penambahan jumlah crew ini juga sangat sulit diterapkan di kapal kapal tugboat di Indonesia yang jumlahnya ribuan unit mengingat akomodasi yang ada saat ini untuk kapal-kapal tugboat sangat terbatas, Mengingat tugboat berukuran kecil, maka akan sulit juga untuk melakukan modifikasi untuk menambah jumlah akomodasi.

Keempat, jika dibanding dengan ketentuan safe manning kapal berbendera di negara tetangga ataupun flag of convenience, jumlah crew yang dipersyaratkan untuk kapal berbendera Indonesia sangat jauh diatas sehingga akan sangat sulit untuk pemilik kapal berbendera Indonesia untuk dapat bersaing di pasar international.

Managing Director PT Wintermar Offshore Marine, Tbk itu mengatakan asosiasinya segera bersurat kepada Kemenhub dan berharap agar klarifikasinya nanti dapat mendapatkan tanggapan positif. (AJ)

  • By admin
  • 09 Jan 2023
  • 6467
  • INSA