• +62 21 351 4348
  • sekretariat@dppinsa.com

Potensi Devisa dari Pelaut Diproyeksi Tembus Rp151 Triliun Per Tahun

Potensi Devisa dari Pelaut Diproyeksi Tembus Rp151 Triliun Per Tahun

JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi memperkirakan potensi penerimaan negara dari pelaut Indonesia yang bekerja di kapal-kapal di luar negeri mencapai sekitar Rp151,2 triliun per tahun.

Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Maritim dan Investasi Basilio D. Araujo dalam konferensi pers virtual, di Jakarta, beberapa waktu lalu menjelaskan estimasi perhitungan tersebut berasal dari rata-rata gaji pelaut Indonesia di luar negeri sebesar 750 dolar AS (setara Rp10,5 juta) per bulan dikalikan jumlah pelaut sebanyak 1,2 juta orang per Februari 2021 dan dikalikan 12 bulan.

Umumnya pelaut Indonesia adalah pelaut yang bekerja pada kapal niaga, di mana gaji mereka lumayan bagus yakni di atas 500 dolar AS, 3.000 dolar AS sampai 5.000 dolar AS. “Kalau kita bikin rata-ratanya 750 dolar AS per bulan untuk kapal niaga sama kapal ikan, kita kalikan angkanya dengan 1,2 juta orang dan kalikan 12 bulan, maka sumbangan dari pekerja maritim kita atau pelaut kita adalah kira-kira Rp150 triliun," katanya sebagaimana ditulis kantor berita Antara.

Basilio menuturkan Indonesia tercatat sebagai salah satu anggota dan masuk anggota dewan International Maritime Organization (IMO). Indonesia merupakan salah satu penyuplai pelaut terbesar ketiga di dunia setelah China dan Filipina.

Indonesia juga termasuk penyuplai pelaut officer atau perwira nomor empat di dunia. Sementara untuk pelaut rating (awak kapal selain nakhoda dan perwira), Indonesia berada di urutan ketiga dunia. Untuk sektor perikanan, Indonesia juga tercatat sebagai penyuplai pekerja perikanan terbesar di dunia, baik yang bekerja di laut bebas maupun yang bekerja di negara setempat sebagai pelaut residen.

Oleh karena itu, katanya, keselamatan dan kesejahteraan pelaut terus menjadi perhatian pemerintah. “Kami di Kemenko Maritim dan Investasi sangat memberikan perhatian khusus bagi pekerja di sektor maritim,” ujarnya sebagaimana dikutip dari www.maritim.go.id.

Menurut Deputi Basilio yang mengutip data dari Kementerian Perhubungan per tanggal 8 Februari 2021, ada hampir 1,2 juta pelaut Indonesia baik yang bekerja di kapal niaga maupun kapal perikanan.  

Sebagai kementerian koordinator yang membawahi Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Deputi Basilio mengaku telah melakukan beberapa hal untuk mengatasi permasalahan tersebut. “Kemenko Marves telah memfasilitasi Kemenhub, KKP dan Kemenaker untuk mencoba memperbaiki tata kelola kepelautan sesuai aturan internasional yang ada,” katanya.

Khusus untuk konvensi ILO C188 yang mengatur bentuk-bentuk perlindungan kepada awak kapal perikanan dan mekanisme untuk memastikan kapal ikan mempekerjakan awak kapal dengan kondisi yang layak, Deputi Basilio menyatakan bahwa Kemenko Marves telah mendorong Kemenaker bersama kementerian/lembaga terkait untuk segera meratifikasi. “Menlu sudah mengatakan ini sedang dalam proses,” katanya.

Kemudian mengenai desakan beberapa pihak agar pemerintah menghentikan sementara pengiriman pekerja ke luar negeri, Deputi Basilio mengatakan hal ini bertentangan dengan kebijakan luar negeri Indonesia.

“Menhub dalam London Summit on Crew Change dan usulan resolusi PBB dari Pemerintah Indonesia untuk mengizinkan turun-naiknya kru kapal agar mereka tidak tertahan di kapal melebihi ketentuan ILO maksimal 12 bulan,” bebernya.

Sementara itu, PBB, sambungnya, mencatat sudah ada sekitar 400.000 ABK yang bekerja melebihi waktu 12 bulan. “Dengan demikian, pasti banyak yang stress, akhirnya ribut, dan kalau kita sering dengar, terutama di kapal-kapal ikan, banyak kejadian warga negara kita juga menjadi korban,” keluh Deputi Basilio.

Usulan resolusi PBB mengenai naik-turunnya ABK, menurutnya, adalah solusi dari Pemerintah Indonesia untuk mencegah konflik-konflik di kapal yang akhirnya bermuara pada pelanggaran HAM.

“Dengan komitmen ini seharusnya Indonesia tidak boleh melakukan moratorium terhadap ABK yang akan bekerja di luar negeri. Selain itu, tambahnya, pihak Kemenko Marves akan terus mendorong dan memfasilitasi penyempurnaan regulasi yang melindungi hak-hak para pelaut.

Selain dalam konteks perlindungan hak pekerja di sektor kelautan, resolusi crew change di PBB untuk memfasilitasi naik-turunnya ABK, lanjut Deputi Basilio dapat menambah potensi pendapatan negara antara Rp 4,9-9,8  triliun setahun.

“Bila kita bisa fasilitasi naik turunnya pelaut di Pelabuhan Batam, Merak, Bali dan Makassar maka negara akan berpotensi memperoleh masukan dari pengeluaran mereka selama di Indonesia. Tapi dalam kondisi pandemi seperti ini kita juga siapkan peralatan standar pencegahan Covid 19 sesuai aturan IMO dan WHO,” tegasnya. (Antara/Maritim/Red/Aj)

  • By admin
  • 05 Mar 2021
  • 1407
  • INSA