Reformasi Hukum dan OTT, Momentum Jokowi...
Reformasi Hukum dan OTT, Momentum Jokowi...
Presiden Joko Widodo tertawa geli di sela rapat terbatas di kantor Presiden Jakarta pada Selasa (4/10/2016)
JAKARTA, KOMPAS.com
— Presiden Joko Widodo mendapat momentum. Entah disengaja atau tidak, rapat terbatas membahas paket-paket kebijakan reformasi hukum, Selasa (11/10/2016) kemarin, bertepatan dengan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan polisi terhadap enam orang di Kementerian Perhubungan.
Bahkan, seusai memimpin rapat terbatas, Presiden Jokowi langsung meninjau penggeledahan yang merupakan rangkaian OTT.
(Baca: Jokowi Pantau Langsung Operasi Tangkap Tangan di Gedung Kemenhub)
Jokowi menjadi satu-satunya Presiden di Indonesia yang turun langsung dalam sebuah aksi tangkap tangan aparat penegak hukum.
"Saya sudah perintahkan tadi kepada Menhub dan Kementerian PAN-RB, tangkap, langsung pecat (PNS yang terlibat)," ujar Jokowi di sela peninjauannya itu.
Enam orang yang ditangkap di Kantor Kemenhub belum ditetapkan sebagai tersangka. Rabu (12/10/2016) ini, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya direncanakan mengumumkan status keenam orang yang terdiri dari PNS, pekerja harian lepas (PHL), dan pihak swasta itu.
Masing-masing terduga pelaku berinisial D, AR, AD, D, T, dan NM itu diduga kuat terlibat dalam pungutan liar dalam proses perizinan pelayaran kapal senilai Rp 17,2 juta.
(Baca: 6 Orang Ditangkap Terkait Pungli di Kemenhub)
Presiden pun berpesan agar jangan ada lagi PNS yang melakukan aksi pungutan liar semacam itu, apalagi pungli dilakukan di sektor-sektor pelayanan publik.
"Stop, hentikan. Belum selesai saja sudah ada kejadian seperti ini. Saya peringatkan kepada seluruh lembaga dan instansi, mulai sekarang, stop yang namanya pungli. Hentikan yang namanya pungli," ujar Jokowi.
(Baca: Presiden Jokowi Nyatakan Perang terhadap Pungli)
Bukan soal nilai pungli
Momentum Jokowi hadir dalam OTT tersebut lalu dipersoalkan. Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menuding Presiden tengah melakukan pencitraan.
Fadli pada prinsipnya setuju bahwa pungli mesti dihapuskan. Namun, pemberantasan pungli itu seharusnya dilakukan secara sistematis, bukan dengan spontan mendatangi OTT kepolisian atas pejabat di kementerian yang diduga melakukan pungli.
(Baca: Fadli Zon: Kehadiran Presiden Bikin Gagal Fokus, Ini Mau Menutupi Isu Apa?)
"Kecuali ini adalah pencitraan. Kita setuju semangat penghapusan pungli, tetapi jangan pencitraanlah," ujar Fadli di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa.
Rekan sejawat Fadli, Fahri Hamzah, juga senada. Ia mempertanyakan kehadiran Presiden Jokowi di dalam OTT itu.
Ia menilai, kehadiran Presiden tidak ada urgensinya, apalagi uang pungli yang disita bernilai kecil.
"Kalau ini mah hanya gejala. Harusnya jangan terlalu sibuk dengan gejalanya, apalagi gejalanya hanya puluhan juta, itu memang di mana-mana. Di RT, di desa juga ada. Apa Presiden mau keliling 73.000 desa untuk ngurusin uang puluhan juta?" kata Fahri, Selasa.
(Baca: Fahri Hamzah: Apa Presiden Mau Keliling Desa Urus Uang Puluhan Juta?)
Nada sumbang wakil rakyat itu mendapat respons Istana. Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi Saptopribowo menegaskan, kedatangan Jokowi itu sebenarnya bukan untuk melihat proses OTT, melainkan lebih kepada simbol bahwa pemerintah berupaya memperbaiki pelayanan publik.
"Dalam konteks ini, sebenarnya Presiden tidak melihat OTT-nya, tetapi berangkat dari upaya memperbaiki pelayanan publik menjadi lebih baik lagi dari sekarang," ujar Johan di kantornya, Selasa.
Sebab, Presiden masih sering mendapat laporan dari masyarakat soal pelayanan publik yang dipenuhi aksi pungutan liar serta lamban prosesnya.
Kondisi tersebut terjadi, baik di kementerian atau lembaga tinggi negara. Tidak peduli nilai pungli sekecil apa pun, hal itu tetap pungutan liar.
Oleh sebab itu, dengan mendatangi OTT polisi atas oknum pejabat Kemenhub, Presiden menyampaikan simbol bahwa pemerintah serius dan berkomitmen dalam membenahi pelayanan publik di mana pun.
(Baca: Istana: Presiden Perintahkan Beri "Shock Therapy" bagi Pelaku Pungli)
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, Presiden telah memerintahkan aparat penegak hukum untuk memberikan shock therapy bagi pelaku pungutan liar atau suap terkait izin dokumen.
"Betul, Presiden memerintahkan Menko Polhukam untuk berkoordinasi dengan jajaran penegak hukum memberikan shock therapy kepada pelaku semacam itu," ujar Pramono di Kantor Presiden, Selasa.
Oleh sebab itu, operasi pemberantasan aksi pungutan liar serupa aksi polisi di Kemenhub, dipastikan Pramono, akan dilaksanakan secara nasional.
Sasar tujuh sektor
Dalam rapat terbatas itu sendiri, Presiden sudah memutuskan konsep besar paket kebijakan reformasi hukum. Paket kebijakan akan mensasar tujuh sektor.
Ketujuh sektor itu ialah pelayanan publik, penataan regulasi, pembenahan manajemen perkara, penguatan sumber daya manusia aparat penegak hukum, penguatan kelembagaan, pembangunan budaya hukum di masyarakat, dan pembenahan lembaga pemasyarakatan.
(Baca: Ada Tujuh Sasaran yang Ingin Dicapai Jokowi Melalui Paket Reformasi Hukum)
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan, pelayanan publik menjadi sektor yang disentuh pertama.
Pemerintah akan membentuk tim Operasi Pemberantasan Pungli (OPP) yang terdiri dari unsur Polri, kejaksaan, dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Dengan caranya sendiri, tim akan memantau pelayanan publik di sejumlah kementerian dan lembaga, misalnya pembuatan SKCK, SIM, BPKB, STNK, hingga KTP.
"Untuk memberantas pungli, nanti juga akan ada sistem online baru di mana masyarakat dapat melaporkan adanya suap atau pungli. Dengan cara itu, mudah-mudahan pungli berangsur-angsur hilang dari budaya kita," ujar Wiranto di Kantor Presiden, Selasa.
Percepatan masa waktu pelayanan publik juga akan dilakukan seiring dengan itu. Dengan demikian, mengurus SIM, STNK, SKCK, BPKB, KTP, dan izin-izin lainnya diharapkan lebih cepat.
Setelah pembenahan sektor pelayanan publik, pemerintah juga akan berturut-turut mengeluarkan "gebrakan" dalam hal pencegahan penyelundupan, izin tinggal terbatas, serta program relokasi lembaga pemasyarakatan (lapas).
(Baca: MenPAN-RB: Kejadian OTT di Kemenhub Jadi Bukti Nyata Masih Adanya Pungli)
Di sektor pembenahan manajemen perkara, pemerintah berencana membuat perangkat hukum yang mengatur bahwa tindak pidana ringan tidak mesti masuk proses peradilan.
"Tetapi, ada cara-cara baru yang lebih efisien untuk mereka cukup denda saja. Dengan cara-cara persuasif, menyadarkan mereka tanpa mengkriminalisasinya," ujar Wiranto.
Wiranto sadar reformasi di bidang hukum punya tantangan yang cukup. Namun, pemerintah akan terus berupaya mewujudkan hal itu dengan segala risiko.
"Setahap demi setahap akan kami laksanakan. Mudah-mudahan masyarakat memahami masalah ini dan memberikan dukungan sepenuhnya kepada aparat pemerintah yang ditugasi melaksanakan reformasi di bidang hukum," ujar Wiranto.
Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2016/10/12/09030361/reformasi.hukum.dan.ott.momentum.jokowi.?page=3
- By admin
- 13 Oct 2016
- 1044
- INSA