• +62 21 351 4348
  • sekretariat@dppinsa.com

RUA INSA SEPAKATI PROGRAM KERJA INSA BAIK INTERNAL MAUPUN EKSTERNAL

RUA INSA SEPAKATI PROGRAM KERJA INSA BAIK INTERNAL MAUPUN EKSTERNAL

JAKARTA—Rapat Umum Anggota (RUA) INSA juga menyepakati program kerja INSA periode 2019-2023 yang disusun dengan latar belakang  bahwa masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu sudah dikenal sebagai masyarakat maritim yang aktif pada kegiatan perdagangan antar pulau bahkan antar negara, untuk melakukan perpindahan penduduk antar pulau dan antar negara maupun perpindahan  sumber daya alam, diperlukan  alat angkut yang dikelola oleh badan hukum angkutan laut swasta maupun negara. Adapun program kerja yang disusun dan akan dilaksanakan selama periode 2019-2023 dengan susunan sebagai berikut:

Program Kerja Internal

Program kerja di bidang keanggotaan dan keorganisasian ini difokuskan untuk membangun komunikasi yang positif antara anggota, pengurus DPP dan DPC INSA agar sirkulasi informasi tentang perkembangan industri pelayaran dan perubahan kebijakan di bidang angkutan laut dapat terupdate oleh anggota sehingga para anggota dapat mengelola informasi itu sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan yang berkualitas.  Adapun program kerja yang disepakati adalah sebagai berikut:

  1. Memanfaatkan internet dan media sosial sebagai  sarana untuk menyebarkan informasi tentang perkembangan industri pelayaran.
  1. Melanjutkan penerbitan Buletin INSA setiap bulan sebagai sarana informasi dan dokumentasi kegiatan INSA.
  2. Membuat marchandise seperti kalender, buku diary dan lain-lain termasuk penerbitan buku-buku.
  3. Mengangkat Direktur Eksekutif untuk memperkuat jalannya organisasi.
  4. Melakukan advokasi permasalahan anggota  dalam hubungannya dengan kegiatan industri pelayaran.
  5. Mengadakan dan ikut aktif dalam seminar-seminar, diskusi-diskusi, pelatihan-pelatihan, pameran bidang industri pelayaran dan industri pendukungnya, baik nasional maupun internasional.
  6. Turut serta aktif dalam komunitas organisasi, baik industri pelayaran nasional maupun internasional maupun industri terkait lainnya seperti FASA, ASA atau IMO.
  7. Pengadaan gedung INSA dan fasilitas didalamnya dalam rangka menunjang kegiatan pelayanan keanggotaan dan keorganisasian INSA.
  8. Melanjutkan kegiatan-kegiatan kemanusiaan melalui INSA Peduli.
  9. Mengadakan Rapat Kerja (Raker), Rapat Dewan Pengurus Harian (DPH), Gala Dinner, Gathering atau kegiatan sejenis lainnya untuk membangun silaturahmi antar anggota dan stakeholders.

Program Kerja Eksternal

Selain program kerja internal, RUA juga menyepati program kerja eksternal yang disusun dengan latar belakang bahwa  sesuai dengan visi Indonesia 2045 yakni Mewujudkan Indonesia yang Berdaulat, Adil dan Makmur,  INSA memerlukan kebijakan pemerintah yang pro terhadap pemberdayaan (empowering) industri pelayaran.  Pemberdayaan industri pelayaran sesungguhnya sudah mulai sejak Instruksi Presiden No.5 tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Niaga Nasional.  Akan tetapi kebijakan bidang pelayaran masih banyak yang harus diperbaiki agar pro terhadap bisnis pelayaran.

Kebijakan yang diterapkan Pemerintah di bidang angkutan laut akan menentukan nasib industri angkutan laut nasional ke depan. Semakin baik kebijakan yang dilahirkan, makin efisien kebijakan yang diterapkan, makin memberikan harapan terhadap masa depan industri pelayaran nasional Indonesia.

Program eksternal INSA ke depan masih akan difokuskan kepada upaya untuk mendorong perbaikan kebijakan-kebijakan di bidang angkutan laut. INSA ingin agar seluruh kebijakan di sektor angkutan laut disesuaikan dengan kebijakan internasional dengan tetap memperhatikan kondisi internal Indonesia.

Tujuannya agar perusahaan pelayaran anggota INSA  menjadi setara dengan perusahaan di luar negeri, siap bersaing, terutama dalam memperebutkan pangsa pasar angkutan ekspor-impor yang nilai dan volumenya jauh lebih besar dibandingkan pangsa pasar domestik.

  1. Mendorong pemerintah untuk segera merevisi peraturan dan kebijakan yang dapat menghambat pertumbuhan industri pelayaran nasional antara lain:
  • Menghapus pasal 7 huruf g  Permendag No. 76 tahun 2019 yang kontradiktif dimana  Pemerintah baru akan memberikan izin impor setelah proses ganti bendera selesai dilakukan. Aturan ini agar dikembalikan kepada ketentuan sebagaimana Permendag No.118 tahun 2018.   
  • Memperbaiki Surat Edaran Kepala SKK Migas No. SRT-0102/SKKMA0000/ 2018/S6 tertanggal 07 Februari 2018 tentang Kewajiban Penggunaan Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) Dalam Operasi Perkapalan di Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi karena telah menimbulkan biaya tinggi akibat terjadinya double class sehingga menjadi double cost. 
  • Menyempurnakan kebijakan insentif  PPN tidak dipungut dengan merevisi  Permenkeu No.193/PMK.03/2015 dan menghilangkan pasal yang wajib menyertakan dokumen RKIP dalam mengurus SKTD PPN bagi kegiatan jasa sewa kapal, jasa perbaikan (docking)  kapal dan jasa kepelabuhanan  sehingga ketiga kegiatan tersebut dapat meningkat guna menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Revisi Permenkeu tersebut sejalan dengan terbitnya PP No50 tahun 2019 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai yang merupakan revisi atas PP No.69 tahun 2015.
  • Merevisi Peraturan Menteri Perhubungan No. 46  Tahun 2019 dengan menghapus pasal 16 dan pasal 16A karena bertentangan dengan Pasal 341 UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran.    
  • Mencabut Pemerintah mencabut Surat Edaran SKK Migas No.EDR-0001/SKKO0000 /2015/SO permberlakuan ketentuan pada Pedoman Tata Kerja No.PKT-007/SKK O0000/2015/SO buku kedua revisi 03 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barangdan Jasa. Aturan ini tidak diterapkan saat ini ketika harga minyak mentah dunia sudah dalam tren membaik.
  • Merevisi Peraturan Pemerintah No.15 tahun 2016 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).   Peraturan tersebut sangat memberatkan pelaku usaha pelayaran nasional dikarenakan terdapat 435 pos tarif (51%) dan 482 pos tarif  (57%) yang naik antara 100% hingga 1000% dibandingkan dengan pos tarif  yang diatur berdasarkan PP No.6 tahun 2009. Revisi tersebut akan memberikan kepastian usaha  angkutan laut.
  1. Mendorong pemerintah untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang dapat berpengaruh positif terhadap  pertumbuhan industri pelayaran  a.l:
  • Menerapkan UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran dengan mengawal agar kebijakan asas cabotage yang sudah berjalan sejak 2005 dapat dilaksanakan secara konsekwen dan bahkan diperkuat dengan menyasar program ke beyond cabotage.
  • Melaksanakan Permendag No. 82 tahun 2017 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu dalam rangka mendukung kegiatan beyond cabotage. Pokok permasalahan dari pelaksanaan peraturan ini hanya pada aturan perpajakan yaitu PPN jasa angkutan luar negeri & PPH pasal 26. Untuk dapat dilaksanakan dengan baik, maka perlu perbaikan sektor perpajakan atas angkutan luar negeri Indonesia.
  • Mendukung Pemerintah agar konsisten melaksanakan kebijakan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) kapal dengan kandungan sulfur 0.5% m/m mulai 1 Januari 2020 sesuai dengan kebijakan IMO.
  • Mendorong pemerintah untuk membuka kebijakan klasifikasi yang setara bagi klasifikasi dalam negeri maupun luar negeri dalam kegiatan sertifikasi statutory kapal berbendera Indonesia yang beroperasi di luar negeri maupun dalam negeri sesuai dengan amanat UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
  1. Mengingatkan pemerintah untuk mempertahankan kebijakan asas cabotage sebagaimana tertuang di dalam UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
  2. Mendorong pemerintah untuk memangkas birokasi administrasi pelayanan bidang angkutan laut dan kepelabuhanan agar menjadi lebih efisien dan efektif dengan menerapkan layanan berbasis online dan menerapkan prinsip no service no pay.
  3. Memangkas jumlah pelabuhan terbuka di Indonesia dalam rangka memperbesar pangsa muatan dalam negeri dan mendorong keseimbangan muatan antar pelabuhan. INSA sejak awal mengusulkan agar pelabuhan terbuka cukup lima  pelabuhan atau maksimum 10 pelabuhan yakni Medan,  Jakarta, Surabaya, Makassar dan Sorong.
  4. Memperbesar pelibatan swasta anggota INSA dalam kegiatan layanan angkutan laut bersubsidi (tol laut) bahkan terlibat dengan menjadi operator kapal-kapal tol laut yang dibangun Pemerintah.
  5. Mendorong terwujudnya Sea and Coast Guard  sesuai dengan UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran dengan mendorong pemerintah menerapkan Omnibus Law.
  6. Mendorong Pemerintah untuk memperbaiki citra Indonesia di mata dunia internasional dengan mengeluarkan Indonesia dari daftar Top Ten Tokyo MoU dengan melibatkan Klasifikasi Luar Negeri dalam kegiatan statutory kapal berbendera Indonesia yang beroperasi di luar negeri.
  7. Bersama Pemerintah, mengawal agar Joint War Committee (JWC) tidak memasukkan perairan Indonesia ke dalam daftar perairan rawan perang (War Risk).
  8. Mengusulkan kepada pihak terkait agar Pajak BBM diantaranya pajak PBBKB untuk angkutan laut sebesar 5% sampai dengan 7,5% dihapus.
  9. Mengusulkan segera dilaksanakan revisi Keputusan Menteri Perhubungan No. 70 tahun 2013 tentang Awak Kapal.
  10. Merevisi Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. HK 103 tahun 2017 tentang docking supaya terjadi singkronisasi antara klas dan kemenhub. (*)

  • By admin
  • 12 Dec 2019
  • 1414
  • INSA